Asalkan Bukan Politik (Bablas) ~ Haduh!

(Update 2017)

Democracy. Demokrasi.

Hello Dears, kali ini kita sedikit membicarakan hal berat yuk. Dikit aja, tak usah banyak sangat lah. Takut di-bully oleh........ siapa ya? #Eh.

Yup, kebebasan - freedom. Sekarang ini seolah menjadi senjata untuk dapat berbicara/berbuat sesukanya.

Pabila ada yang menegur agar tidak bablas, pasti langsung dianggap sebagai "penghalang kebebasan" dan pembenci demokrasi. Waduh?

** So... Hati-hati mengkritik, memprotes atau bahkan memberi solusi untuk hal yang berbau "politik", nanti kita dibilang sebagai "Haters". (Pede dan Ge'er banget sih ngatain orang begitu.)

Contohnya suara-suara saya di bawah ini, yakin deh, pasti diejek dan ditertawai sama para "kubu-kubu itu atau supporters"nya ... hiks..

Mana nih pencerahannya, guys and girls??!
Tak nampak cerminan cahayanya tu... Malah terus mengobarkan dan menggosongkan. Kok kayaknya suka banget kalau ribut-ribut yah. Makin panas makin sip kah(?!!)

Tak bisa menyeimbangkan kadar/porsi kenetralan?
Tak sanggup proporsional?
Tak peduli pada hal yang kecil dan orang kecil walau nyatanya kita sama-sama kaum kecil?

Jangan bawa-bawa "demokrasi untuk masyarakat/netizen" lah kalau gitu.
Kasihan kami yang tak mengerti apa-apa ini, demi ego emo anda sendiri, membela ini itu dengan membabi buta. Kebebasan dan kenyamanan individual kami terpaksa "terbunuh".

Tolong pakai logika sedikit ya. Nurani jangan lupa juga.
Semua orang punya kepentingan tersendiri dalam hidupnya, tetapi tidak semua orang peduli pada kepentingan politik nan politis di lingkup yang anda hebohkan itu.

(Memangnya politik dan demokrasi itu esensinya bagaimana sih? Ada yang ngeh soal itu? Atau malas?)

Ting tong, Ding Dong, Tok tok tok, anybody home?!? .....

Internet bebas nan bablas. T_T

--Tulisan saya tahun lalu.--

Saya ada terbaca sebuah berita tentang revisi UU-ITE di salah satu situs berita. (Begitu kalau tak salah.. Saya 'pura-pura' lupa, maaf ^^).

Hal tersebut menimbulkan pendapat yang beragam lho. Sampai-sampai ada yang menyampaikan: "jangan mengekang kebebasan berbicara, berpendapat, dan berekspresi. Ingatlah, ini bukan Era Orba"...

Jreng jreng, berrraaaattttt..

Kok malah bawa-bawa urusan itu sih. Seolah ingin menyalahkan "rezim" atau hal yang kental dengan nuansa "politis" lainnya. Kenapa harus itu itu mulu? ...

(Eeeeh, nyambung nggak yaaaa?)

Saya sebagai netizen awam, hanya bisa bilang bahwa:
  • 60% Saya setuju, karena kebabasan tidak seharusnya dikekang. Siapa tahu kebabasan itu justru dapat memberi dampak positif yang cukup signifikan bagi kehidupan bersosial dan kreativitas online generasi muda. ^^
  • 40% Saya tidak terlalu setuju jika tidak ada pembatasan/ hukuman sama sekali, katanya Era reformasi serba bebas, bisa buka-bukaan, tapi aman (?) .. Sayangnya fakta lapangan menunjukkan banyak orang yang kebablasan dan lupa diri tuh. Lupa etika dan lupa segalanya, terlalu terlena dalam mengkritik, terlalu longgar, terlalu ketat, terlalu acuh, terlalu usil, termasuk ketika menyebarkan informasi. Ter la lu deh pokoknya.
  • Dan pastinya, bukan hanya masyarakat biasa saja yang perlu di perhatikan atau dikenai pasal, tetapi juga kalangan atas lah. Berapa banyak makian tak senonoh dan kasar datangnya dari mereka yang berpendidikan dan berjabatan? Mereka yang berpengaruh tapi sayangnya tak punya dasar dan pondasi saat ber-maya ria. Yes?
Jadi saya rasa kebebasan itu memang sangat penting, tapi batasan juga penting kan?..

Pihak atas diharapkan bisa lebih merincikan lagi aturan dan pasal-pasalnya secara detail dan jelas.

Begitu juga "cara" menyampaikannya, semoga bisa disosialisasikan ke sekolah-sekolah, atau ke tiap media massa, agar pemahamannya bisa merata dan benar-benar bisa tersampaikan ke seluruh pengguna Internet Indonesia, jangan setengah-setengah.

Ya ampun, saya kok jadi sok bijak plus sok iya gini sih. Maafkan saya Pak. (Saya memang ngawur, meskipun saya tidak bermaksud ngawur untuk bersensasi. Nehi lah.)

Peace. ^^

Ketika Berlebihan.. Sungguh Ter-La-Lu

Freedom, Kedaulatan, Kebebasan.

Yeah, saya juga pernah menulis begini;

!! I Need NO Sympathy = Aku NGGAK Butuh Simpati = I Need No Need Sympathy = Gue Butuh Nggak Butuh Simpati !!

Kalaupun Aku butuh simpati, pasti bukan simpati darimu dan gengmu, karena Aku tahu bahwa kalian tak akan punya simpati di atas kepentingan kalian.


In case:

"Teori" konspirasi + hype / propaganda miring memang lebih membingungkan, lebih mengerikan, lebih menjijikkan dibandingkan dengan "Hoax"! 

(Hoax masa kini itu lebih banyak berasal dari kanal mana dan paling ampuh disebarkan lewat jalur mana? Jawab pakai nurani, tidak pakai nafsu angkara-murka ya. :p)

-------------------

Start The Story.
-------------------

Tanya:
Lho? Story? Hanya cerita ya? Berarti Fiksi alias bohong dong? Hoax?

Jawab:
Haha, ini lagi, bikin tambah sedih. Here, simak ini: Trend Sosial di Internet (Langsung ke point #5.)

Orang kecil dianggap menyebarkan hoax hanya karena kita tidak punya nama dan kedudukan, sehingga apa yang kita katakan seolah tidak bisa dipercaya.

Padahal, yang "katanya" sudah punya nama besar dan punya segalanya itu pun belum tentu bisa dipercaya. Sudah terbukti kok. Para aktivis/Praktisi Internet sejati pasti tahu itu.

Tanya:
Eh? Katanya Independen? Kok ngomongin aktivis segala?

Jawab:
Yup, Aku cuma sedikit menyenggol kata aktivis saja. (Lagian Aku kan aktif secara senyap, uhuk uhuk)

Jadi, Aku memang tidak terikat dengan komunitas atau organisasi resmi apapun dan manapun.

Tapi bukan berarti Aku tak mau gabung/kolaborasi dengan siapa-siapa. 

Tetap ingin dong, teaming itu lumayan mengasikkan kalau ketemu dengan yang satu ide dan visi misi. Positively.

Perkumpulan lepas bebas, tapi tetap saling sadar responsibility. Yah diibaratkan sebagai freelance saja deh, atau apalah. Asalkan jangan bersangkut-paut ke urusan "kekuasaan" dkk., Aku tak sanggup masuk ke situ.

Tanya:

Walah, suka filsafat tapi tak suka politik? Aneh!

Jawab:

Sorry, ada hubungannya ya? Ihih.

Aku suka teori-teori dasar politik, meski hanya sedikit dari itu yang ku mengerti. Namun menurutku itu keren.


Kalau bicara politik pada praktiknya? Apakah tetap sesuai dan sadar asas seperti yang semestinya? Terutama yang berkembang selama ini? Uummmm, No comment ah.


Tapi yang pasti, Aku juga terus memberi memberi masukan pro kontra versiku. Kritik bukan Kripik, tepatnya sedikit masukan saja. Dengan caraku tersendiri tentunya. Hanya yang termampu, untuk kebijakan umum. Tidak lebih. Malas ikut campur lebih dalam.


Tanya:

Berani banget ngomong gitu? Nggak takut di-bully?

Jawab:

Aku nggak ganggu mereka dan juga sudah berhati-hati, jadi suka hati mereka lah kalau masih mau cemooh Aku atau apa.

Adakalanya; Kita tidak pernah memasukkan unsur politik, ras, maupun religi. Tetap nothing tuh bagi orang-orang tertentu itu. Kalau tak sepaham/sealiran/segrup, musuh tetap Musuh, katanya. Hhuufhh, payah ah!

Kemarin juga Aku pernah protes pada sesuatu, menurutku perubahan itu kurang masuk akal, eehh Aku malah dianggap ngotot pada sesuatu yang sesat, padahal poin/viewku lain dari yang mereka marahi.

Yah, saking mereka tak suka Aku, semua poinku dianggap ngawur.! (Ada juga yang main lebih kotor, "membunuh mental dalaman". Licik.)

Boring. But it's "Sad but True".

"Kesimpulan"

*Buat warga umum seperti saya:

Jika anda sudah bosan menjelajah dengan tenang/nyaman atau sedang kurang kerjaan, sebaiknya anda kunjungilah artikel bertopik "panas", lalu baca semua tanggapan di kolom komentarnya.

Dijamin, sejuta persen, anda akan emosi, darah tinggi, bahkan pengin lempar hp/laptop, saking kesalnya.

Serius dears, di situlah sarangnya para Trolls sejati masa kini. Rasanya ingin menendang wadahnya eh "orang"nya eeh akunnya. (Tapi, ada sisi lainnya; kita bisa belajar cara memaki dan menambah kosakata bangsat agar bisa jadi penghujat jitu seperti mereka. Ohoho)

Bukannya mencerahkan dan saling hargai, malah bangga memprovokasi dan merusak citra maya dan juga idolanya sendiri.

Ujung-ujungnya ngeles, katanya itu "sabotase jalur" dari lawan yang menyamar sebagai pendukung untuk menghancurkan reputasi figur andalannya.

Padahal, geng dia sama dia juga tuh yang saling ribut, kita pula yang kena percikannya, mungkin bersebab kita lugu.

Kumpulan "orang pintar" itu santai mendungukan orang lain. (Ketika akhirnya kalah tarung, atau kepedeannya itu terpatahkan, baru deh gigit jari sambil terus -tetap- menuding ini itu.)

Hhhhh.. Biang perusak ketenteraman tanah air.
Ehem.... Jangan marah sama amarah ini;
What if (again) i say that.......

Politically paranoia peeps = Narrow Minded!
Politically arrogant peeps = Racial/Religious Pedjudice!
Politically obsessed peeps = Brainless, Heartless!
Politically lebay peeps = Hatred!
We're sure that they do not know what is 'real politics nor democracy'!
--Mereka tidak diproses hukum karena mereka adalah "mereka".??.--

Entah di mana letak keadilan yang sebenar.

Hhhuuffh.

(Apakah ini fitnah? Kepo? Sadis? .. No! Bukan kita, tapi justru mereka lah yang begitu. Muka dua.)


Oops!!!!

------------
Story End.
------------

Hayo, ada yang marah membaca ocehan saya itu?
Kenapa?
Bukankah anda anda dan anda yang selalu katakan bahwa ini adalah era keterbukaan dan bebas?
Apakah itu hanya berlaku untuk orang-orang yang terlibat langsung di ranah politik?
Orang biasa tak boleh jengah, mengomentari, dan protes?

Banyak yang bilang; "Politik itu dinamis, jadi jangan sok lebay komplain soal politik kalau nggak ngerti politik. Diam aja lo!" ..

Justru saya ingin tanya;
Apakah politik itu memang begitu?
Hanya identik dengan kekuasaan dan event-nya saja?
Yang dinamis itu politiknya atau oknumnya?
Ataukah para pendukung/simpatisanya saja?
Asasnya ikut berdinamika juga kah?

Jika saya bilang: POLITIK = STANDAR GANDA -- marahkah anda?

Ketika ada seseorang tokoh/figure atau sebuah kelompok yang berdiri diseberang dirinya/kelompoknya, pasti akan dijadikan bahan bully-an, dicerca habis-habisan, tak ada yang bagus, semua buruk.

Tetapi ketika kelompok/orang yang dihina itu tiba-tiba berubah haluan, berpindah ke kubu mereka, maka bully-an/hujatan tadi pun berubah menjadi pujian setinggi langit, dibela dan dielu-elukan tanpa cela.

Tersenggol dikit langsung ngamuk. Boleh mencubit tapi tak boleh dicubit.(?) Saling berang, saling serang, saling lempar boomerang. Blunder deh tu.

Merekalah para perusak demokrasi dan kemanusiaan yang sebenar.

Freedom or Fairness? Commentator or Curator? Defender or Dependent? Judges or Justices?

"Karena fungsinya PERINGATAN" <- di kutip dari sebuah video musik di YouTube. Coba tebak, VM yang mana satu kah ituu? Heheheh.

Para penyair/pujangga, penulis/pengarang, seniman/seniwati, pers/jurnalis, pengamat/aktivis, maupun kita sebagai warga biasa, pasti akan tahu dan suka ini juga;

(Menurut saya; ini padat berisi, berimbang dan realistis.)

Peringatan

Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: Lawan!

© Wiji Thukul, 1986


Yup, belakangan ini, kanal "tersebut" semakin panas, terlebih di dunia maya yang semu dan lebih fana ini. Meski begitu, fakta tak terbantahkannya adalah, apa yang terjadi pada aktivitas maya, sering mempengaruhi dan berdampak jelas ke dunia fisik kita.

Jadinya..

Coba baca lagi dan lagi puisi dari legenda itu, tidakkah anda terbakar?

Bukan emosi jiwa yang berapi tak jelas, tetapi semangat juang membela kebenarannya.

Poin-poin penting (penyebab) perjuangannya itu lho yang jangan dilupakan. Kita ambil sisi positifnya, bisa kan?

Lagipula, itu kan Peringatan a.k.a Mengingatkan, ada kondisi tertentu yang akan membuat peringatan itu akhirnya terjadi nyata nantinya. Jika kondisi tidak payah, ya tak akan terjadi. Aman-aman saja. (Betul nggak yaa? ^^)

Menagih hak yang benar-benar menjadi haknya, (kewajiban jangan lupa).

Kalau mengklaim hak sampai ribut, lalu mengganggu kenyaman dan keamanan publik awam, tapi akhirnya ketahuan bahwa ternyata penuntutan itu bermotif (kepentingan) politis semata, sami mawon kalau begitu mah. -agak Disrespect jadinya-

Lalu, kembali ke gambar mirrorless di atas, itu yang terjadi kala ini. Semua orang juga tahu. Jangan membantah, itu sudah menjadi rahasia umum. Ironikah?

Terus, bagaimana dengan maraknya "tren" ramal-meramal, prediksi-memprediksi, survei-menyurvei? Wah, no comment ah. Nanti oknum tertentu pada ngamuk pula. Takut!

(Saya sendiri tak pernah prediksi apapun, sebab saya tak pandai memprediksi, apalagi meramal, ya bingung lah. #MaunyaDilamarSajaDeh eeeh :D)

Netral bukan Golput belum tentu Abstain.

Kalau Golput, Boleh kan?!!!!


Heeemm, Golput, identik dengan blabla yang bla bla.

Saya bukanlah seorang golput, saya selalu menunaikan kewajiban itu, dengan L.U.BE.R. .. (Kecuali sama yang terdekat, saya akan blakblakan) .. Ya saya emoh dan enggan berpartisipasi ke gerakan yang cuma bisa mengoceh dan berkoar.

Saya yakin bahwa netral tidak sama dengan golput. Begitu jua dengan Abstain, pun lain lagi cerita intinya. Apolitis juga beda, ia bermakna tidak bersifat politik/tidak politis. That's good, right?
Golput Pol
  1. Warga negara yang menolak memberikan suara dalam pemilihan umum sebagai tanda protes;

Abstain /ab·stain /
  1. v Tidak memberikan suara (dalam pemungutan suara); 
  2. Tidak menentukan sikap;

Netral/net·ral/ /nétral/
  • Tidak berpihak (tidak ikut atau tidak membantu salah satu pihak);
  • Tidak berwarna (dapat dipakai untuk segala warna);
  • Ling Tidak dalam kelompok jantan atau betina (tentang kata-kata);
  • cak bebas; tidak terikat (oleh pekerjaan, perkawinan, dan sebagainya);
Namun..

Ketika orang-orang tertentu kerap memandang rendah pada prinsip netral dan juga meremehkan semua orang yang mencoba agar selalu seimbang, so sepertinya saya jadi kehilangan trust dan interest pada itu.

Semakin hari semakin dalam saja perasaan itu.

Ya, karena nila setitik rusak susu sebelanga.

Gara-gara mereka, jadinya muak pada itu.

Dan pastinya, your games - very dirty, eww, iyuh.

Keep up the '  ' work saja deh buat mereka.

(Siapa mereka? Mungkin.... Kaum paranoia.)

Jadi..

Apakah sebaiknya kita golput saja ya?

Horee, mari kita golput. Hidup golput. Kerennya golput. Indahnya Golput. Asyiknya golput. Mantap jiwa. Jiwa merana. Jiwa kosong. Jiwa keki. Jiwa huwakakawkwkwk. Sampai cenat-cenut.

Lagaknya suka bersosialisasi dan mikirin kebenaran serta kedamaian. Padahal justru kompor. Tanduk domba pada patah akibat diadu terus. Dasar payah.

Katanya demokrasi. Kok malah suka perang & otoriter -hanya tahu memaksakan kehendak golongannya-?

Thumbs down, buat para penghancur.

Yea, put put golput. Ups.

(#HuaahEsmosiLagi)

! -__- !

Semoga ini dapat sedikit mencerahkan kita. Ada asas yang krusial dibanding sekadar "berkecimpung" atau "mendukung".
[Arti dasar]
Politikus vs Negarawan

Politikus (po.li.ti.kus):
  1. Ahli politik;
  2. Ahli kenegaraan;
  3. Orang yang berkecimpung dalam bidang politik.

Negarawan (ne.ga.ra.wan):
  1. Orang yang ahli dalam kenegaraan (pemerintahan);
  2. Ahli dalam menjalankan negara;
  3. Pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.
Tambahan: http://kbbi.web.id/demokrasi.

Dan saya setuju dengan beberapa pendapat diluaran sana;
Adakalanya term Pemimpin/Penguasa itu merujuk ke hal lain, selain dari pemerintahan.
Misalnya: Para bos (pemimpin) dan perusahaan besar (negara) yang dipimpinnya. Jadinya dia dkk (penguasa) punya kuasa.
Nah, ujung-ujungnya kan menuju ke kaum elite - menengah ke atas juga, bukan yang menengah ke bawah.
Bisa bijaksana juga nggak, Sir/Mam?
(Cuma bertanya lho)

Plus, coba kita cari tahu (lagi) sedikit tentang Socrates, Plato, Aristoteles.

(Saya rekomendasikan yang klasik karena mereka pure. Teorinya maknyus, praktisnya pun oke. Ada sisi baik buruk yang berimbang. Belum terkontaminasi gemerlapnya money, eh, dunia bablas.)

Menurut saya lho yaaa, kalau tak setuju ya tak apa.

Dan terserah juga kalau pemikiran saya itu dibilang kuno - old school - old fashion - oldie, atau bahkan odd.

Tak mengapa.

^_^

Optimis dan semangat. Lelah sedih sakit bukan berarti kita pesimis.

BEING AN APOLITICAL/UNPOLITICAL IS NOT A CRIME! (:p)

Yup, now please STOP politicized my (and our) true works and artwoks!

Saya dan kami, rakyat jelata - it's about (an ordinary) civil thoughts!

Tolong, harap tak ada lagi politisasi postingan/pemikiran awam saya, kami dan keseluruhan blog serta karya kita. Cukuplah selama ini kegairahan berkarya agak 'hancur' karena terpaksa di sangka macam-macam gara-gara "itu".
*Mulai saat ini, Leave me alone - jauhi saya jika pikiran anda hanya berisi "politik/kebebasan bablas" melulu. Blog dan karya saya bukan tempat yang tepat untuk anda.

Hanya itu. Ok. Please, GO AWAY!
Buat yang baik hati dan memahami, I Love You. We Rocks.

Fiuhhh, tambah lega. ^.^


Thanks For Stopin' By My Blog
Kategori: ,
Admin's : Thanks to my family, best friends and readers for always supporting me .. ^.^

Tentang | Kontak | Pelaporan