Cukup Hanya Aku, Jangan Mereka

Prosa Puisiku untuk keluarga, kawan baik, dan pendidikku.
"Pengalaman adalah pengajar terbaik." (pengalaman memang selalu baik dan pasti tak pernah menipu. Namun, oknum pemilik pengalamannya belum tentu.)

Sejatinya,
Pengalaman jualah yang (akan dan/atau) telah mendewasakan kita,
Pengalaman baik itu tak akan dapat terbayar oleh apapun, dari kecil hingga dewasa.

Cukup hanya Aku yang bersalah di matamu, jangan salahkan mereka.

Cukuplah hanya Aku yang menanggung pedih akibat kelemahanku sendiri
Cukuplah hanya Aku yang menanggung perih akibat kesalahanku sendiri
Cukuplah hanya Aku yang menanggung pasrah akibat amarahku sendiri

Jangan salahkan keluargaku,
Jika aku tak mampu membahagiakan kamu dan kamu;
Bukan karena mereka tak bisa membimbingku,
Tetapi Akulah yang tak bisa dibimbing;

Jangan salahkan kawan-kawan baikku,
Jika aku tak mampu menjadi teman baikmu;
Bukan karena mereka tak bisa menegurku,
Tetapi Akulah yang tak bisa ditegur;

Jangan salahkan almamaterku,
Jika aku tak mampu mengajarimu;
Bukan karena mereka tak bisa mendidikku,
Tetapi Akulah yang tak bisa dididik;

Walau sejatinya,
Hanya mereka lah yang benar-benar berjasa dalam hidupku
Aku patut bersyukur oleh itu

Maaf bila aku masih sering mengecewakan kalian
Maaf juga bila selama ini aku masih sering egois datang-pergi
Maaf lagi bila aku masih belum membanggakan dengan lebih indah

Aku, hanya aku, di sini, bersama kalian di hatiku

Nanti, suatu saat, bila Tuhan izinkan,
Akan ku sertakan kalian semua di kolom spesialku
Karya impianku yang sedang ku upayakan jadi nyata

Di sana, 'kan ku sebut barisan nama itu sebagai "My Best Love and Lovely People". ♡

~☆~☆~☆~☆~☆~

Sebuah contoh "kebencian" salah sasaran:

Dear 'Adek' ("-di sana-"),

Boleh tanya kan....
Kenapa kamu sinis sama adik-adik saya?
Mereka punya salah sama kamu?
Kayaknya nggak mungkin ada, kalian kan baru kenal, betul toh?
Itu pun kalau memang saling kenal, sepertinya kalian cuma sebatas saling "tahu" doang, kan?

Mungkin saya akan coba untuk keGe'eRan sedikit....
Jangan-jangan kamu 'benci' mereka karena kamu benci sama saya ya?

(Meskipun kita tidak saling 'kenal', bisa saja kamu pernah secara tak sengaja mampir ke blog ini atau terdengar kabar tentang 'keburukan' saya -yang dibuat-buat oleh sekelompok orang itu-)

Yah, tak apa dek, terserah kalau gitu, benci saja, itu hak kamu.

So, Adek,,, tolong, cukuplah hanya saya dan karya saya saja yang bikin kamu eneg, jangan kamu libatkan adik-adik saya.

Mereka hanya menumpang berekspresi di sini. Latihan. Menyalurkan unek-unek ringan. Who knows kedepannya mereka bisa lebih mantap dibanding kita. The next big things. Amin. ♡

Intinya: saya tahu betul bahwa adik-adik saya tak pernah sekalipun mengganggumu.

Sekali lagi, Cukup hanya Aku, jangan Mereka. >> Biarlah hanya saya yang hadapi "dilema dan konflik batin" yang mungkin nggak penting itu! <<

Lanjutkan perjuanganmu, semoga prestasimu bermanfaat positif bagi banyak orang. Good Luck. Adek! ^^

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Yeah.
Zaman sekarang memang agak bikin serba salah.
Terutama bagi tukang seni (tulis atau visual) macam kita ini.
Terlebih yang pemula. --dan Single Fighter tanpa kubu khusus--
  • Blak-blakan atau lugu apa adanya, dibilang kurang ajar, norak, atau guoblok;
  • Hati-hati atau netral sebaik mungkin, dibilang pencitraan;
  • Pilah-pilih atau filter konten, dibilang tendensius atau menginjak secara halus;
  • Menyindir agak keras, dibilang memendam kebencian terselubung;
  • Bereksperimen dengan unsur fiksi-nonfiksi, dibilang hoax;
  • Posting hasil jerih payah (karya) dan pencapaian, dibilang pamer saking sombong dan angkuhnya; (Jadinya harus pamer apa ya? Harta benda dan kemewahan? Waduh, nggak punya, setidaknya belum. Piye? ^^)
  • Membagi pengetahuan dan pengalaman, sambil agak esmosi, dibilang sok pintar atau bahkan menggurui;
  • Keseleo dikit atau curhat saat marah, dibilang..... apa ya.. ah sudahlah;
(OOT: Padahal kagak sampai ganggu urusan dapur orang/kelompok politis+bisnis itu. Yang ada justru mereka yang sering tak senang sama outsiders kayak kita ya. Hahah. Oops! Jangan terlalu politis, please. Po-l-itik itu luas lho, mosok pada fanatik dan paranoia gitu sih. ^^)

Maka dari itu, cuek aja yuk, terus berkarya sesuai panggilan dalaman. Ungkapkan segala unek-unek, ide, rasa, dengan kreativitas. Emosi pun bermakna luas sebetulnya. Bisa jadi sangat wajib. Mari terus belajar.

Ya.. Asalkan nggak nekat melanggar hukum krusial dan tetap paham konteks, rapopo kan? tak masalah kan? Perkara income mah bonus bawaan, yakin deh.

*eh tunggu, jangan-jangan tulisan ini juga dianggap sok baik, sok kuat, dan a liar full lies? Duh, terserah lah.

Ini penyemangat untuk diri sendiri dan semua yang senasib serta seperasaan denganku kok. Buat yang sudah atas dan bagus, minggir dolo ya, tak perlu menggubris curahan hati daku yang nganu ini. Peace. ^^

Wolfgang Amadeus Mozart: "I pay no attention whatever to anybody's praise or blame. I simply follow my own feelings."

(Wajar kalau Mozart berpikiran begitu, karena ia telah membuktikan bahwa ia memang berisi dan berprestasi.)

Daku juga ingin begitu. Yeahhh. Meski slowly dan step by step, keep moving forward. Betul apa betul? Betuuuuulllll. ^.^

Again: Thanks buat my true love - soulmate (whoever you truly are) dan pastinya juga keluargaku, serta semua teman & kawan & rekan & guru & dosen, loves y'all.

(❤)


Thanks For Stopin' By My Blog
Admin's : Thanks to my family, best friends and readers for always supporting me .. ^.^

Tentang | Kontak | Pelaporan